Selasa, 20 Desember 2022

Membangun Budaya Positif Sekolah dengan Segitiga Restitusi

Membangun Budaya Positif Sekolah dengan Segitiga Restitusi A. LATAR BELAKANG MASALAH Budaya positif merupakan unsur utama dalam mewujudkan visi sekolah. Visi sekolah yaitu mewujudkan profil pelajar pancasila (beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif) pada sekolah aman dan nyaman. Untuk membangun budaya positif di sekolah diperlukan kolaborasi seluruh warga sekolah.lingkungan yang positif menciptakan siswa yang mampu berfikir kritis,mandiri, dan bertanggung jawab. Di lingkungan sekolah saya kesadaran akan penerapan budaya positif belum terlaksana faktor pertama yaitu motivasi internal dari dalam diri warga sekolah belum terbentuk.dalam penerapan budaya positif di sekolah.motivasi internal sangat dibutuhkan karena,motivasi internal merupakan salah satu faktor yang mendukung disiplin positif dan pengaruhnya untuk jangka panjang bukan sementara. Kedua adalah pengaruh dari posisi kontrol yang kurang tepat dalam penyelesaian masalah. Ketiga menyadarkan murid atas kesalahan sering menggunakan hukuman bertujuan murid jera tanpa melihat akibat dalam jangka panjang. Keempat adalah pengetahuan warga sekolah terkait motivasi perilaku manusia,kebutuhan dasar, kesepakatan kelas,posisi kontrol, restitusi dan segitiga restitusi belum ada. Langkah yang dapat saya lakukan untuk membentuk disiplin positif di sekolah adalah koordinasi kepada kepala sekolah tentang penerapan budaya positif,pembentukan keyakian/kesepakatan kelas antara guru dan murid,berkolaborasi bersama rekan guru untuk membahas budaya positif melalui restitusi dengan langkah segitiga restitusi serta pengambilan posisi kontrol yang tepat. B. TUJUAN Tujuan dari Tindakan aksi nyata yang saya lakukan adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan visi sekolah yaitu menciptakan profil pelajar pancasila pada sekolah aman dan nyaman melalui disiplin positif. 2. Menumbuhkan disiplin positif melalui pembuatan keyakinan kelas 3. Menguatkan nilai dan peran guru penggerak dalam mewujudkan disiplin positif di sekolah 4. Berbagi dalam komunitas sekolah terkait penerapan budaya positif mulai dari keyakian kelas,posisi kontrol dan segitiga restitusi dalam pemberian restitusi. C. TOLOK UKUR Untuk mengetahui sejauh mana budaya positif ini sudah terlaksana dan untuk tetap mengontrol penerapan budaya poistif ini sesuai tujuan yang diharapkan. Maka hal yang dapat digunakan adalah: 1. Terwujudnya profil pelajar pancasila yang mandiri, dan bertanggung jawab 2. Terwujudnya keyakinan kelas sebagai penerapan nilai kebjikan universal 3. Terwujudnya nilai dan peran guru penggerak sebagai agen perubahan kedisiplinan positif di sekolah 4. Terwujudnya budaya positif di sekolah melalui restitusi dengan tahapan segitiga restitusi dan pemilihan posisi kontrol yang tepat. D. LINIMASA YANG DILAKUKAN 1. Membuat rancangan aksi nyata dan mengkoordinasikannya kepada kepala sekolah 2. Melakukan revisi pada perencanaan jika diperlukan sebagai hasil koordinasi kepada kepala sekolah 3. Melakukan kegiatan sharing kepada rekan sejawat terkait budaya positif 4. Melakukan kegiatan pembentukan keyakinan kelas 5. Melaksanakan restitusi dan tahapan segitiga restitusi di kelas 6. Melaksanakan penrapan budaya positif di kelas 7. Melaksanakan desiminasi implementasi budaya positif kepada Kepala Sekolah dan rekan guru 8. Mendokumentasikan setiap kegiatan 9. Melakukan refleksi dan tindak lanjut terkait penerapan budaya positif yang ada di sekolah. E. HASIL AKSI NYATA Pelaksanaan aksi nyata yang saya laksanakan mendapatkan respon yang baik dari kepala sekolah dan rekan guru. Terlihat dari antusias dan dukungan yang diberikan kepada saya dalam sosialisasi implementasi budaya positif. Menurut mereka selama ini mereka belum mengetahui penerapan budaya positif seperti apa,mereka senang mendapatakan pemahaman tentang keyakian kelas,restitusi, posisi kontrol, dan segitiga restitusi dalam penyelesaian kasus untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Karena sebelumnya mereka hanya mengetahui bahwa hukuman adalah jalan keluar dan posisi kontrol yang sering mereka lakukan adalah sebagai penghukum.dari sosialisasi yang saya lakukan memberikan banyak pemahaman dan pengetahuan baru bagi mereka,sehingga mereka bisa mulai menerapkan disiplin positif di kelas masing masing. Setelah terbentuknya keyakinan kelas, murid murid sadar memiliki nilai yang harus mereka laksanakan dikelas dan dipetanggungjawabkan tanpa adanya paksaan dan hukuman. Setelah penerapan restitusi dan tahapan segitiga restitusi, murid menjadi senang karena sekarang tidak ada hukuman namun di ganti dengan restitusi yang lebih mendidik karena mereka merasa dihargai dan tidak tersakiti ketika malakukan tindakan yang keliru, pengambilan posisi guru sebagai manajer akan mengajarkan murid menyadari kesalahan dan menentukan penyelesaian masalahnya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing. F. KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN Dalam setiap tindakan yang kita lakukan tentunya tidak terlepas dari keberhasilan dan kegagalan. Keberhasilan yang sudah dicapai adalah terwujudnya keyakian kelas sebagai nilai yang diyakini seluruh warga kelas untuk diterapkan. Penerapan restitusi dan segita restitusi serta pengambilan posisi kontrol yang telah saya laksanakan pada permasalahan yang terjadi di kelas, terlaksananya sosialisasi kepada rekan guru terkait budaya positif yang telah saya lakukan. Kegagalan yang terjadi dalam kegiatan aksi nyata ini diantaranya adalah masih ada murid di kelas saya yang belum paham terkait pelaksanaan keyakinan kelas. Kegiatan sosialisasi belum dapat diikuti oleh sebagian rekan guru karena kesibukan masing masing. Penerapan restitusi disekolah belum sepenuhnya berhasil dilaksanakan. G. RENCANA PERBAIKAN Untuk mengatasi kegagalan dari aksi nyata yang telah saya laksanakan adalah melakukan perbaikan dengan cara memberikan pehaman kepada murid di kelas terkait keyakinan kelas secara berkesinambungan dan kontinyu. Memberikan pengarahan tetang pemahaman terkait budaya positif kepada rekan guru yang tidak dapat menghadiri sosialisasi melalui forum diskusi santai. H. DOKUMENTASI 1. Koordinasi dengan Kepala Sekolah
2. Pembentukan keyakinan kelas
3. Penerapan segitiga restitusi
4. Penerapan budaya positif
(Membaca asmaul husna , menyanyikan lagu kebangsaan dan 1 menit berburu sampah) 5. Desiminasi implementasi budaya positif
6. Testimoni rekan guru Setelah mengikuti desiminasi implementasi budaya positif oleh Bapak Setyo Nugroho saya menjadi paham bahwa selama ini yang saya lakukan dalam penyelesaian kasus adalah salah.sebelumnya ternyata saya mengambil posisi kontrol penghukum dan menerapkan hukuman.sekarang saya sadar dan ingin memperbaiki diri dengan mengambil posisi sebagai manajer dan menerpakan restitusi dalam menyelesaikan kasus.saya juga akan berusaha untuk mewujudkan budaya posistif yang ada di kelas saya dengan mulai membuat keyakinan kelas bersama murid saya. Pada umumya pemberian pembinaan peserta didik yang melanggar aturan itu berupa hukuman fisik tanpa makna. Budaya positif tidak seperti itu. Di SMA Negeri 1 Demak pembinaan pada peserta didik yang melanggar peraturan sekolah dilakukan secara persuatif, personality dan humanis artinya guru memerikan pendekatan, menyadarkan siswa yang dilakukan siswa itu salah dan kemudian tahu dan tidak akan dilakukan lagi dimasa datang.
7. Testimoni murid kami sangat senang karena di kelas kami sudah terbentuk keyakinan kelas yang menjadi nilai kebajikan yang akan kami jadikan dasar dalam pengambilan Tindakan agar budaya positif di kelas kami dapat terwujud. Keyakinan kelas terbentuk dari curah pendapat seluruh warga kelas.setelah adanya keyakinan kelas sekarang hukuman sudah tidak diterapkan di kelas kami, tapi kami di bimbing bu guru untuk mencari solusi atas permasalahan yang saya hadapi.